Electronic Resource
KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM PENAFSIRAN KIAI HUSEIN MUHAMMAD, KIAI ROMZI AL-AMIRI MANNAN DAN ZAITUNAH SUBHAN (ANALISIS TERHADAP SURAT AN-NISA’ AYAT 34)
Fairoh, Siti Hasnatul. 2018. “Kepemimpinan Perempuan Dalam Penafsiran Kiai Husein Muhammad, Kiai Romzi Al-Amiri Mannan Dan Zaitunah Subhan (Analisis Terhadap Surat An-Nisa’ Ayat 34)” Prodi Ilmu Qur’an Dan Tafsir (IQT), Fakultas Agama Islam, Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Pembimbing : (I) Dr.Umar Manshur, MA., Pembimbing: (II) Muhammad Bahrul Ulum, M. Phil.
Kata Kunci: Kepemimpinan Perempuan, Tafsir, Islam
Laki-laki dan perempuan, Keduanya berhak memperoleh kehormatan sebagai manusia. Akan tetapi, akibat adanya perbedaan, persamaan di dalam bidang tertentu tidak menjadikan keduanya sepenuhnya sama. Harus diakui bahwa selama ini ada perspektif di masyarakat yang mana laki-laki lebih sering memperoleh kesempatan dalam segala hal dibandingkan dengan perempuan. Padahal keduanya juga memiliki kewajiban untuk sama-sama menciptakan situasi yang baik dalam masyarakat. Dalam dekade terakhir ini memang banyak muncul wacana kesetaraan gender yang masih menjadi wacana menarik untuk diperbincangkan, juga tak pernah surut dari kontroversi.
Penelitian ini untuk menjelaskan bagaimana penafsiran kiai Husein Muhammad, kiai Romzi al-Amiri Mannan dan Zaitunah Subhan terkait dengan kepemimpinan perempuan dalam surat an-Nisa’ ayat 34. Dan juga tentang persamaan dan perbedaan penafsiran antara ketiga tokoh tersebut.
Penelitian ini ditulis dengan jenis penelitian kepustakaan dan dengan metode deskriptif-analitis yaitu mendeskripsikan dan menganalisis penafsiran ketiga tokoh tersebut terhadap kepemimpinan perempuan dalam surat an-Nisa’ ayat 34, setelah itu kemudian dikomparasikan.
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa surat an-Nisa’ ayat 34 membahas tentang keunggulan kaum laki-laki berhak menjadi seorang pemimpin, sebab Allah Swt. telah melebihkan golongan mereka dari sebagian golongan yang lain. Kaum-kaum tertentu sering memotong ayat ini sebagai kepentingan pribadi mereka untuk pernyataan bahwa laki-laki lebih berhak menjadi seorang pemimpin. Namun ketiga tokoh diatas memiliki persamaan dan perbedaan pendapat masing-masing. Ketiganya sama-sama mengemukakan bahwa agama diturunkan untuk menjunjung harkat dan martabat manusia, baik laki-laki ataupun perempuan terutama dalam agama Islam sendiri. Dan yang membedakan ketiganya adalah cara pandang beliau terhadap boleh tidaknya perempuan menjadi seorang pemimpin. Kiai Husein mengemukakan bahwa boleh perempuan menjadi pemimpin sepanjang hal itu dalam kerangka kemaslahatan masyarakat luas. Sementara kiai Romzi mengemukakan bahwa kepemimpinan secara umum menjadi hak kaum laki-laki. Dan untuk Zaitunah Subhan sendiri berpendapat bahwa boleh seorang perempuan menjadi pemimpin selama itu tidak mengganggu tugasnya sebagai seorang istri atau ibu.
141100020 | Perpustakaan Universitas Nurul Jadid | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Koleksi Digital |
Tidak tersedia versi lain