Electronic Resource
INSES DAN STATUS NASAB ANAK HASIL INSES MENURUT MADZHAB SYAFI'I SERTA UU NO. 1 1974
ABSTRAK
Arifin Miftahul 2018: Inses dan status nasab anak hasil inses menurut madzhab Syafi’i dan UU No. 1 tahun 1974. Skripsi, Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah, Fakultas Agama Islam, Universitas Nurul Jadid. Pembimbing (1) Syamsuri, M.HI (2) Moh. Idil Ghufron, M.E.I.
Kata Kunci: Inses, Madzhab Syafi’i, UU No. 1 Tahun 1974
Dewasa ini, kekerasan seksual rasanya bukanlah hal yang asing terjadi, bahkan beberapa dintarnya masih memiliki hubungan darah. Disinilah permasalahan yang akan diteliti langsung oleh peniliti, bagaimana adanya kepastian hukum baik secara hukum islam maupun secara hukum positif. Masalah tersebut dirumuskan dalam dua bentuk (1) Bagaimana pandangan Mazhab Syafi’i dan Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang pernikahan inses (2) Bagaimana pandangan Mazhab Syafi’i dan Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang nasab anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut
Untuk menemukan jawaban permasalahan tersebut dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian library research atau penelitian kepustakaan. Mengenai penelitian semacam ini lazimnya juga disebut “Legal Research” atau “Legal Research Instruction” Di samping itu peneliti menggunakan pendekatan perbandingan (ComparativeApproach) yang merupakan kegiatan untuk membandingkan hukum.
Berdasarkan pada uraian analisis data dan mengacu kepada rumusan masalah, dihasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam madzhab syafi’i mengenai inses terjadi dua pendapat, Pendapat pertama mengatakan kalau kedua pasangan sebelum akad sudah diketahui mempunyai hubungan nasab maka pernikahannya dicegah. Namun kalau tidak diketahui lantas setelah pernikahan terjadi istilhaq maka hukumnya ditafsil. Pendapat kedua mengatakan bahwa pernikahan tersebut adalah batil tanpa memberi tafsil seperti pendapat pertama, karena nash yang menunjukan larangan pernikahan tersebut sudah jelas sehingga tidak mungkin didalamnya ada syubhat. Begitupula dengan status nasab yang dilahirkan dari pernikahan inses tersebut ada dua pendapat dalam mazdhab syafi’i, Menurut pendapat pertama nasab anak yang dilahirkan dari pernikahan inses dinisbahkan kepada ayah biologisnya. Karena yang diyakini sebelum adanya istilhaq pernikahan tersebut dinilai sah. Oleh karena pernikahannya dinilai sah maka anak yang lahir dari hubungan yang sah dinisbahkan kepada ayah bioogisnya. Menurut pendapat kedua anak yang dilahirkan dari pernikahan inses tidak bisa dinisbahkan kepada ayah biologisnya melainkan dinisbahkan kepada ibunya saja karena wati’ yang terjadi menurut pendapat kedua adalah zina, sedangkan anak yang dilahirkan dari hasil perzinahan tidak bisa dinisbahkan kepada ayah biologisnya melainkan hanya kepada ibunya saja.
2. Pernikahan inses menurut UU No.1 Tahun 1974 jika belum terjadi maka harus dicegah dan jika sudah terlanjur terjadi maka harus dibatalkan karena pernikahan tersebut tidak memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan. Anak yang dilahirkan dari pernikahan inses tetap bernasab kepada kedua orang tuanya karena meskipun perkawinan orang tuanya dibatalkan, hal itu tidak berlaku surut kepada anak yang telah dilahirkan dari pernikahan inses tersebut.
1720201390 | 17 MIF i 390 | Perpustakaan Universitas Nurul Jadid | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Koleksi Digital |
Tidak tersedia versi lain