Electronic Resource
KEABSAHAN HUKUM FASAKH-NYA PERKAWINAN KARENA MURTAD (STUDY KOMPARATIF ANTARA KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN MADZHAB SYAFI’IYAH)
ABSTRAK
Latief, Abdul.2019.KEABSAHAN HUKUM FASAKH-NYA PERKAWINAN KARENA MURTAD(STUDY KOMPARATIF ANTARA KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN MADZHAB SYAFI’IYAH). Pembimbing: Faridy, M. H dan Mushafi Miftah, S. HI, M. H
Kata Kunci: Keabsahan Hukum, Fasah-nya Perkawinan Karena Murtad.
Untuk menjawab permasalahan fasakhnya perkawinan akibat murtad, dijelaskan dalam KHI bahwa murtadnya suami atau istri tidak menyebabkan batalnya perkawinan apabila pihak yang bersangkutan dari istri atau suami tidak memperkarakan ke Pengadilan Agama. Sehingga apabila salah satu pasangan tidak keberatan apabila pasangannya murtad, maka perkawinan tersebut dapat terus berlanjut.Dalam KHI disebutkan alasan-alasan dapat terjadinya perceraian. Disebutkan peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga dapat dijadikan alasan perceraian. Ketentuan ini jelas bertolak belakang dengan para Imam Madzhab. Menurut Madzhab Syafi’i, masalah murtad ini sangat tegas bahwa murtadnya suami mengakibatkan batalnya perkawinan secara langsung tanpa menunggu keputusan hakim dan harus segera dipisahkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwadalam kejadian suamiistri yang murtad pada pertengahan perkawinanya dalam status hukumnya ini terdapat perbedaan, dalam Madzhab Syafi’i telah jelas bahwa pernikahannya batal waktu itu juga. Akan tetapi dalam dalam Kompilasi Hukum Islam tidak begitu jelas mengatur tentang fasakhnya perkawinan kerena murtad. Pernikahan tersebut putus karena perceraian akibat tidak adanya kerukunan rumah tangganya bukan akibat ke-murtad-an yang dilakukan salah satu pihak (suami/istri).
Dari kesimpulan diatas disarankan adanya perbaikian peraturan yang ada, terutama pada Kompilasi Hukum Islam hendaknya ada penambahan ayat bahwa salah satu sebab batalnya perkawinan adalah murtadnya salah seorang suami atau istri. Penambahan ini agar selaras dengan ketentuan Hukum Islam dimana mayoritas Ulama’ Islam (Para Imam Madzhab) begitu tegas tentang masalah batalnya perkawinan karena murtad. Agar masyarakat Muslim Indonesia yang mayoritasnya mengikuti Madzhab Syafi’i tidak terjadi kebingungan ketika berhadapan dengan peraturan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Hukum Postif maupun dalam Hukum Islam.
1520201311 | 15 ABD k 311 | Perpustakaan Universitas Nurul Jadid | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Koleksi Digital |
Tidak tersedia versi lain